Langsung ke konten utama

Pacar Perempuan untuk BF-ku | Kisah Pelangi




Kedekatanku dengan Edo mungkin sudah dicurigai oleh kedua orang tuanya, namun mereka tetap ramah kepadaku, tiap kali aku ke rumah Edo. Sangat sering aku ke rumah Edo, karena Edo adalah BF-ku. Kami sudah bersama sejak dua tahun ini, sejak kami kelas XII SMA dan akhirnya kuliah di tempat yang sama.


Aku juga sering menginap di rumah Edo, bahkan seminggu sekali tiap akhir pekan. Kedekatan kami tentu sudah tidak diragukan lagi.


Saat itu, aku dan Edo baru saja pulang. Ibu Edo menyambut kami, lalu dia minta Edo membelikan beberapa kebutuhan di sebuah toko yang berjarak sekitar 2 kilometer dari rumah.


Saat Edo sedang keluar, Ibu Edo mendekatiku, dan disitulah perbincangan ini dimulai.


“Kalian lebih dari sekadar teman, ya?” tanya Ibu Edo dengan nada lembut.


“Maksudnya gimana tante?” tanyaku balik, dengan perasaan tak enak.


“Tante lihat kalian sangat akrab.”


Aku tak bisa menjawab, selain hanya tersenyum getir. Lalu, dengan lembut tanganku dipegangnya. Ibu Edo memang sosok yang sangat ramah dan lembut. Bahkan aku dianggapnya seperti anak sendiri.


“Kalian pacaran kan?”


Aku sangat terkejut, dadaku berdegup sangat kencang mendengar Ibu Edo menanyakan hal itu. Dengan tergeragap aku menjawabnya, namun di hadapan Ibunya, sepertinya percuma aku berbohong.


“Tenang. Ibu tidak marah,” lanjutnya menenangkanku, sambil membelai punggungku. “Edo itu anak semata wayang kami,” lanjutnya.


“Ma...af, tante,” Ucapku.


Ibu Edo yang biasa kupanggil tante  itu tetap tersenyum tenang.


“Kalian pasti saling sayang, ya?”


Aku hanya bisa menunduk. Antara bingung dan malu, semua campur aduk.


“Kalian tak perlu berpisah, tante ngerti.”


Akupun terkejut, dan terbengong menatap ke raut wajah tante yang sangat tenang, meski terlihat ada bening air menepi di matanya.


“Tapi maukah kamu bantu tante?” Pintanya.


“Bantu apa tante?”


“Kalau kamu sayang sama Edo, bantu Edo kembali ke jalan yang benar, kamu tentu paham kan? bahwa tak mungkin kalian bisa bersama.”


Aku tertunduk lesu. Meski terdengar lemah lembut, namun kalimat itu sangat menusuk hatiku.


“Kamu tak harus berpisah sama Edo, semuanya tetap biasa saja, kok. Tante juga tak ingin memarahi Edo, tante sangat sayang dia, dia anak semata wayang tante.”


Tante membelai-belai rambutku dengan penuh kasih sayang.


“Kamu tampan, Ki. Orang tuamu pasti sayang dan bangga sama kamu,” Pungkasnya lalu meninggalkanku sendiri di ruang tengah.


-00-


Ucapan Ibu Edo membuatku tak bisa tidur semalaman. Apakah aku harus menjauhi Edo? Ah, aku makin bingung. Apalagi ibunya juga tak memintaku menjauhi Edo, benar-benar tak seperti yang aku pikirkan. Ibunya sangat lembut dan baik padaku, tentu akupun tak tega hati.


-00-


Aku kenal Edo saat kami satu kelas di SMA, dan tempat duduk kami dijadikan satu. Setahun pertama, aku dan Edo seperti teman pada umumnya. Kami hanya sering belajar bareng di rumah Edo, dan Ibunya selalu menyambutku dengan hangat.


Edo adalah anak tunggal, sehingga sangat senang ketika anak tunggalnya itu punya teman. Menurut Ibunya juga, Edo jadi lebih rajin dan nilainya lebih baik sejak naik kelas XI.


“Mungkin karena sering belajar bareng sama kamu ya?”


Tak terasa kami merasa nyaman, meski tak pernah terpikir bahwa kami akan jadi pasangan kekasih. Sampai akhirnya Edo bilang kalau dia suka sama aku.


“Gilak. Aku kan cowok?” Kilahku.


“Ya terus kenapa?”


Sejak saat itu, ada perasan aneh. Aku pun tak langsung menjawab. Baru dua hari kemudian, aku merasa jika rasa nyaman itu memang sangat kuat. Akhirnya aku pun menerimanya. Kami resmi menjadi pasangan kekasih, boyfriend atau BF.


Namun tak ada yang tahu jika kami pacaran, karena akan jadi masalah tersendiri kalau sampai teman satu kelas tahu, apalagi sekolah, dan lebih-lebih keluarga..

-00-

Namun sepandai-pandainya kami menyimpan rahasia, akhirnya itu diketahui oleh Ibu Edo. Insting Ibu memang sangat kuat. Namun Ibu Edo sudah berjanji untuk tidak mengatakan ini pada ayah Edo, namun dengan syarat aku harus membantu keinginan Ibu Edo.


“Dia hanya merasa nyaman saja, kalau dia mengenal sosok perempuan, dia akan berubah, kamu bantu tante ya?”


Aku hanya mengangguk pelan. Meskipun ada gejolak. Di satu sisi ingin menolaknya, namun di sisi lain tak tega karena kebaikan tante selama ini. Apalagi, secara logika, apa yang diucapkan tante tidak salah.


Idelnya, laki-laki memang berpasangan dengan perempuan, seperti ayah dan ibu kita masing-masing.


Namun siapa perempuan itu? Apa aku harus mencarikan sosok perempuan untuk Edo?


Ternyata, tante sudah mendekatkan Edo dengan Crisida. Crisida adalah teman SMP Edo, yang juga akrab dengan Ibu Edo. Crisida kuliah di kampus yang sama dengan kami, hanya beda jurusan.


Tiap akhir pekan, selalu ada Crisida di antara kami. Tante pun sering meminta Edo mengantarkannya pulang.


“Sorry ya Ki, kamu gak keganggu kan ada Crisida?  Dia memang akrab banget sama nyokap,” Ucap Edo, saat kami merebahkan tubuh di ranjang.


Edo memelukku, namun aku menolaknya dengan halus.


“Gerah ah,” tukasku, pura-pura.


Aku tak bisa membayangkan sampai kapan suasana ini akan terjadi, jika akhirnya Edo dan Crisida menjadi dekat seperti permintaan Ibunya. Apakah aku akan baik-baik saja? Apakah perasaanku akan biasa saja?


Oh tidak! ini seperti bunuh diri, perlahan aku tengah menyiksa batinku sendiri.


-00-


“Kamu akhir-akhir ini kok aneh sih?” tanya Edo padaku.


“Aneh gimana?”


“Sikap kamu beda.”


“Biasa aja.”


Aku pun pergi meninggalkan Edo, lalu menuju kantin kampus dan ikut bergumul nongkrong dengan teman-teman sekelas.


Sudah dua hari ini, hubunganku dan Edo agak dingin. Edo pun sepertinya menangkap keanehan dalam diriku, lagipula aku bukan aktor yang baik untuk drama seperti ini.


“Jujur aja, kamu kenapa?” tanya Edo.


“Apaan sih.”


“Jujur, Ki. Kamu aneh,” Edo agak membentak.


“Aku bosan!” Jawabku dengan nada yang meninggi.


Kami berdua terdiam sejenak.


“Aku bosan sama kamu Do, aku rasa udah bosan... bosan aja,” Lanjutku.


Edo terkesiap, raut mukanya menunjukkan keterkejutan yang sangat.


“Bosan?”


“Ya, aku bosan, capek jadi homo, sembunyi-sembunyi. Aku ingin kalau pacaran itu kayak lainnya, bosan capek!”


“Jadi kamu ingin yang lainnya tahu?”


“Gak. Udahlah!”


Lalu aku pergi meninggalkan Edo.


-00-


Sudah dua pekan ini aku tak ke rumah Edo, biasanya rutin. Namun kadang kulirik dari kejauhan, Edo makin akrab dengan Crisida. Bahkan, biasanya aku yang diantar pulang, kini beberapa kali Crisida yang diantar.


Namun kenapa aku cemburu? Ini semua terjadi kan karena sikapku sendiri, bukan Edo yang memulai. Aku yang menjauhi Edo biar dia makin akrab dengan Crisida. Kenapa aku cemburu?


Semalaman aku pun menangis. Ternyata aku tak bisa menyembunyikan perasaan ini. Aku masih sayang Edo, aku cemburu,aku sedih, bingung, semua jadi satu.


Namun kata-kata Ibunya terus terngiang. Sampai akhirnya sebuah pesan masuk ke ponselku.


“Terima kasih ya atas pengertiannya, Edo sudah mulai akrab dan bahagia dengan Crisida, ini lebih baik untuknya. Thaks.”


Ternyata itu pesan dari Ibunya Edo.


Aku tahu diri, secara halus sebenarnya Ibu Edo ingin aku menjauhi anaknya. Sungguh ibu yang sangat profesional.


Sekarang aku berada dalam keadaan yang serba sulit. Mau ke rumah Edo, jelas akan sangat sungkan dengan ibunya, di sisi lain hubunganku dengan Edo juga mulai renggang. Meski Edo berulang kali menghubungiku dan mencoba menemuiku.


“Ki, denger dulu kita harus bicara,” Ucap Edo saat berhasil menemuiku di belakang kantin kampus.


“Do, kita putus. Jangan lagi hubungi aku!” Tegasku, yang membuatnya berdiri mematung agak lama.


-00-


Malam harinya, sebuah pesan dari Ibunya kembali mendarat ke ponselku.


“Terima kasih sudah memutuskan Edo. Itu pilihan terbaik, meski Edo tampak murung dan bersedih, namun itu hanya soal waktu saja, dia akan kembali menjalani kehidupannya yang normal. Semoga kamu sukses nak, thaks dan maafin tante.”


Aku menangis tak tertahan. Rasanya pedih dan sakit sekali hati ini. Dunia seolah runtuh. Namun mungkin ini memang pilihan terbaik, meski sakit. Aku juga harus berubah. Jujur saja, pengalaman ini membuatku traumatik.


Segala kenangan indah dengan Edo terbayang. Jujur aku masih sayang. Tak ada alasan sebenarnya untuk tidak lagi menyayanginya, tetapi keadaan ini sungguh membingungkan.


-00-


Dua tahun selepas wisuda kelulusan, sebuah undangan pernikahan datang. Edo menikah dengan Crisida.


“Datang ya pada moment spesial kami,” Ucap Crisida.


Remuk rasanya melihat kenyataan pahit ini.


Selesai


Komentar

© 2020 Lentera Pria

Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.