Langsung ke konten utama

Celana Dalam yang Tertinggal di Kamar Kosku




Hujan mengguyur kota dengan derasnya, seperti air mata yang tak kunjung kering. Davian, dengan tubuhnya yang tegap dan basah kuyup, berdiri di ambang pintu kosku. 

Bajunya menempel di tubuhnya, menampakkan lekuk tubuhnya yang tak tertahankan.
 
"Ganti baju, pake bajuku aja," tawarku, "bahaya kalo kelamaan pake baju basah."
 
Dia mengangguk, matanya menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.  Bajuku, yang memang berukuran kecil, terlihat pas di tubuhnya, hampir seperti kulit kedua. 

Hujan tak kunjung reda, dan aku pun menawarkannya untuk menginap.
 
"Tapi besok pagi aku harus kerja," jawabnya, suaranya berat.
 
Namun, hujan semakin lebat, dan akhirnya dia pun setuju. Kami berdua tertidur di kasur yang sama, tubuh kami sesekali saling menindih, dan aku merasakan aroma khas tubuh Davian dari dekat. 

Aroma yang memabukkan dan membuatku tak bisa tidur nyenyak.
 
Subuh menjelang, Davian pamit dengan tergesa-gesa. Bajunya yang masih basah ia bungkus dengan kresek hitam.
 
"Kapan-kapan aku kesini lagi balikin kaosmu ya," ucapnya, matanya berbinar.
 
"Udahlah, santai aja," jawabku, hatiku berdesir.
 
Dia berlalu, dan aku mengantarnya sampai gerbang kos. Saat kembali ke kamar, aku hendak merapikan tempat tidur dan melihat sebuah sempak biru navy terjatuh. Itu sempak Davian, yang ketinggalan.
 
Sempak itu tergeletak di lantai, seperti sebuah tanda, sebuah bukti bahwa Davian pernah ada di sini, di dekatku, dan aku merasakan sebuah debaran yang aneh di dada.
 
Aku mengambil sempak itu dan menciumnya. Aroma tubuh Davian masih tertinggal di sana, membuatku terhanyut dalam kenangan malam yang tak terlupakan.
 
Aku tersenyum, hatiku berbunga-bunga.
 
"Kapan-kapan aku kesini lagi balikin kaosmu ya," kata-kata Davian bergema di telingaku.
 
Aku berharap, dia akan datang kembali, dan kali ini, aku akan siap menunggunya.

-00-

Davian, teman SMA-ku, adalah sosok yang selalu menarik perhatian. Wajahnya yang manis dan tubuhnya yang atletis selalu membuatku terpesona. Sayangnya, dia pemalu dan kurang komunikatif, membuatnya tampak seperti bunga yang indah namun sulit dipetik.
 
Kami berdua hijrah ke kota yang sama, namun jalan hidup kami berbeda. Dia bekerja, sedangkan aku kuliah. Sesekali kami saling chat, berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing.
 
Saat hujan deras itu, dia akhirnya mau mampir ke kosku. Mungkin karena terpaksa, karena hujan tak kunjung reda. Tapi, aku tetap senang melihatnya.
 
Dia duduk di lantai, tubuhnya masih basah kuyup. Aku menyuruhnya ganti baju, dan dia pun bersedia. Bajuku yang kekecilan di tubuhnya, malah membuatnya terlihat semakin menarik.
 
Kami berbincang sebentar, namun pembicaraan kami tak lancar. Dia masih pemalu, dan aku pun merasa gugup.
 
"Kamu suka makan apa?" tanyaku, mencoba memecah keheningan.
 
"Aku suka nasi goreng," jawabnya, matanya menatapku sebentar, lalu kembali ke lantai.
 
Aku tersenyum. "Aku juga suka nasi goreng," jawabku.
 
Hujan masih mengguyur, dan aku pun menawarkannya untuk menginap. Dia awalnya menolak, tapi akhirnya dia setuju.
 
Aku menyimpan sempak itu, berharap dia akan datang kembali.
 
Aku masih mencintainya, meskipun dia pemalu dan kurang komunikatif. Aku berharap, suatu saat nanti, dia akan membuka hatinya untukku.

Semalam aku berharap ada adegan yang lebih intim, namun itu tak terjadi, keinginanku untuk merasakan kontol hangatnya belum terwujud.

Apakah nanti dia akan mau melakukan itu?

Komentar

© 2020 Lentera Pria

Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.