Setelah berkeliling seharian mencari tempat tinggal, akhirnya aku menemukan kos yang pas. Lokasinya memang agak jauh dari kampus, tapi tak masalah, toh aku bawa motor. Kos ini terbilang murah, jadi aku bisa sedikit bernapas lega.
Kos ini berada di gang sempit, bangunannya tua dan catnya sudah pudar. Di depan gang, ada warung makan sederhana yang selalu ramai di malam hari.
Suasana kosan agak kumuh, tapi aku tak terlalu mempermasalahkan. Yang penting, kamarnya bersih dan nyaman.
Hari pertama ngekos, aku bertemu dengan Kak Nugman. Dia sedang mengangkat beban di ruang tengah, kebetulan ada dumbel di sana.
Kak Nugman berbadan bagus, kulitnya kecoklatan dan terlihat dewasa. Dia mahasiswa semester akhir yang tinggal menyelesaikan tugas akhir.
"Hai, kamu mahasiswa baru ya?" sapa Kak Nugman ramah.
"Iya, Kak," jawabku.
"Namaku Nugman, panggil aja Nug. Kamu tinggal di kamar sebelah kan?"
"Iya, Kak."
"Selamat datang di kosan, ya. Kalo ada apa-apa, jangan sungkan tanya sama aku," ujar Kak Nugman sambil tersenyum.
Ketemu Kak Nugman justru membuatku tak menyesal mendapat tempat kos agak pinggiran dan lingkungan sekitar yang agak kumuh.
Kamar Kak Nugman tepat di samping kamarku. Kadang masih terdengar samar lagu-lagu yang ia putar atau percakapan dengan temannya yang mampir ke kos.
Entah kenapa, aku senang membayangkan pemandangan seperti ini akan menjadi keseharianku. Mungkin, ketemu Kak Nugman akan menjadi salah satu hal yang membuatku betah ngekos di tempat ini.
-00-
Selama di kos, Kak Nugman lebih sering telanjang dada, mungkin karena panas.
Tapi, itu tak jadi masalah buatku, karena tubuhnya tak mengecewakan untuk dipandang.
Sudah jadi kebiasaan melihat Kak Nugman hanya mengenakan boxer, atau handuk tipis selepas mandi.
Bau shampo yang menguar harum dari rambutnya selalu membuatku terpesona. Kak Nugman juga rajin mencuci bajunya sendiri, beda denganku yang lebih suka laundry.
Kadang Kak Nugman mencuci baju dan menjemurnya sambil mengenakan handuk biru tipis yang warnanya memudar.
Melihatnya, aku jadi terinspirasi untuk mulai belajar mencuci bajuku sendiri.
"Kak, kok kamu rajin banget sih nyuci baju sendiri?" tanyaku suatu hari, saat Kak Nugman sedang menjemur baju.
"Ya, daripada numpuk. Lagian, lebih hemat kalau nyuci sendiri," jawab Kak Nugman sambil tersenyum.
"Oh, iya juga ya. Tapi, aku masih belum bisa nyuci baju sendiri," kataku.
"Gampang kok, belajar aja. Nanti aku ajarin," tawar Kak Nugman.
"Beneran, Kak?"
"Iya, dong. Nanti sore, ya?"
"Oke, Kak. Makasih ya."
Entah kenapa, aku merasa senang sekali bisa belajar mencuci baju dari Kak Nugman. Mungkin, karena dia mengajariku dengan sabar dan telaten. Selain itu, aku juga merasa lebih dekat dengan Kak Nugman.
Tanpa kak Nugman ketahui, aku sering berfantasi tentangnya, saat coli, aku jadi sering membayangkan badan kak Nugman.
Bahkan, tiap kali melihat Kak Nugman telanjang dada, kontolku ngaceng terus.
Sesekali aku menuju jemuran dan mengendus sempak kak Nugman yang hampir kering, dan karena tak tahan aku langsung ke kamar, mengunci dan memutar lagu cigarette after sex untuk melampiaskan hasratku.
Cairan nikmat yang muncrat dari kontolku adalah campuran dari hasrat dan fantasi tentang kak Nugman, tetangga kamar kos yang sangat aku idamkan.
Komentar
Posting Komentar